Pemerintah Perketat Penjualan Solar, Pertalite Menyusul

Berita3609 Dilihat

SULSELONLINE.COM — Pemerintah memperketat penjualan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi, khususnya Solar, mulai Selasa, 21 Maret. Setelah itu, Pertalite juga akan dibatasi penjualannya.

Dalam kebijakan pemerintah, Solar disebut BBM subsidi, sedangkan Pertalite termasuk dalam kategori BBM penugasan. BBM Khusus Penugasan merupakan BBM jenis Bensin (Gasoline) RON minimum 88 untuk didistribusikan di wilayah penugasan.

Namun solar dan pertalite keduanya merupakan bahan bakar yang mendapat subsidi dari pemerintah.

Sebagai bentuk pembatasan, setiap kendaraan dijatah 60 liter per hari untuk kendaraan pribadi roda 4. Kemudian 80 liter per hari untuk kendaraan angkutan barang dan umum roda empat. Untuk angkutan barang dan umum roda enam atau lebih, maksimal 200 liter per hari per kendaraan.

“21 Maret konsumen BBM subsidi diwajibkan menggunakan QR code untuk pembelian Solar. Dan untuk Pertalite akan menyusul,” kata Fahrougi Andriani Sumampouw, Area Manager Communication Relations CSR PT Pertamina Patra Niaga Sulawesi, Senin, 13 Maret.

Konsumen yang ingin membeli Solar tanpa menggunakan QR Code, hanya hanya bisa menggunakan hingga 20 liter selama masa transisi yang berlaku per Selasa, 21 Maret 2023.

Pengamat Minyak dan Gas (Migas) Universitas Hasanuddin (Unhas) Musri mengharapkan para pelaksana lapangan, dalam hal ini SPBU dan distributor, dapat menyalurkan BBM subsidi ke masyarakat dengan tepat sasaran.

 

“Karena subsidi ini, kan, pemakaian subsidi material, tapi yang menjual itu adalah Pertamina dan beberapa jaringannya. Subsidi itu, kan, tidak diterima oleh masyarakat secara langsung. Nah, kalau ini tidak dilakukan pendataan dengan benar, makanya ada isitilah QR code. Semua dalam rangka agar BBM subsidi ini tetap sasaran,” kata Musir.

 

Menurutnya, banyak orang memiliki kendaraan bagus, anmun menikmati susbidi. Ada pula yang menggunakan kendaraan untuk mencari rezeki. Di sini susidi mesti diawasi agar dinikmati oleh yang benar-benar kelas.

“Sebab, kalau kita berpikir orang pemilik kendaraan, apalagi yang bagus, ini orang yang punya kemampuan. Kecuali mungkin angkutan umum,” kata lulusan Institut Teknologi Bandung (ITB) ini.

Kemudian, subsidi ini juga suatu saat harus berubah. Pertamina perlu memperlakukan harga pasar. Jadi kekurangannya sesuai target ekonomi itu yang dibayar oleh pemerintah melalui APBN. Yang secara langsung model seperti ini sebenarnya yang harus masyarakat ketahui bagaimana keterbukaan harga pokok perolehan (HPP) subsidi.

Sekarang ini, kualitas antara Pertalite RON 90 yang subsidi itu masih Rp10.000. Sedangkan untuk RON 92, harganya Rp13.300.

 

“Nah ini pentingnya tentu Pertamina dan mungkin ini melalui konsumen masyarakat perlu tahu dan perlu ada keterbukaan bahwa RON 90 itu HPP-nya sekian. Itu yang paling penting. Katakanlah kita percayalah kepada pemerintah karena harga subsidi itu yang tentukan pemerintah, bukan Pertamina, kecuali kalau Pertamax itu memang kewenangan Pertamina langsung tanpa harus pemerintah,” katanya.(*)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *