Bandara Mamuju Akan Pakai Nama Pahlawan Perempuan Sulbar Hajjah Andi Depu

Berita80 Dilihat

SULSELONLINE.COM – Nama Bandara Tampa Padang akan diubah namanya menjadi Bandara Andi Depu di Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat (Sulbar).

Pergantian nama bandara ini dibahas melalui rapat Pemprov Sulbar dengan Pemkab Mamuju terkait perubahan nama bandara pada Senin (31/1/2022).

Sekretaris Daerah Sulbar, Muhammad Idris, mengatakan, perubahan nama bandara sudah didiskusikan untuk memperkuat dokumen sebelumnya yang juga sudah dibahas. Menurut dia, perubahan nama bandara yang berada di wilayah Kecamatan Kalukku tersebut atas permintaan Kementerian Perhubungan.

“Nama yang diusulkan itu adalah Bandara Andi Depu Tampa Padang Mamuju dan yang meminta untuk penamaan bandara ini adalah berasal dari pusat,” kata Idris.

Lalu, siapa sosok Andi Depu sebenarnya? Hajjah Andi Depu merupakan pahlawan nasional di Sulawesi Barat yang ditetapkan melalui Keputusan Presiden nomor: 123/TK/2018 tanggal 6 November 2018 pada momentum peringatan Hari Pahlawan 2018.

Penetapan tersebut karena sosok Maraqdia (Raja) Balanipa ke-52 ini dianggap gigih melawan dan mengusir penjajah Belanda dari Tanah Mandar, Sulawesi Barat.

Andi Depu rela meninggalkan kerajaannya dan turun bersama rakyat demi mempertahankan wilayah Tinambung saat itu dari Belanda. Aksinya tersebut ditentang oleh suaminya, Andi Baso Pabiseang, yang cenderung dekat dengan Belanda yang berujung pada perceraian keduanya.

Andi Depu dilahirkan di Tinambung pada tahun 1907 yang menjadi wilayah Kabupaten Polewali Mandar saat ini. Dia merupakan puteri dari Raja Balanipa ke-50, Laqju Kanna Idoro dan ibunya bernama Samaturu.

Dalam buku Biografi Pahlawan: Hajjah Andi Depu Maraddia Balanipa, Andi Depu disebutkan sempat mengenyam pendidikan hingga tingkat Volkschool (sekolah rakyat). Pada 1939, dia kemudian diangkat menjadi Raja Balanipa ke-52.

Pengangkatannya sebagai Raja Balanipa tersebut semakin mempertegas perjuangannya melawan Belanda. Namun Andi Depu tak lama menjabat sebagai Raja Balanipa karena memilih meninggalkan istana dan berjuang bersama rakyat.

Bersama putranya, Andi Parenrengi, dia kemudian memilih tinggal di rumah orang tuanya yang dijadikan sebagai markas pertahanan.

Tahun 1944, Andi Depu mendirikan organisasi Fujinkai (Gerakan Wanita Mandar) sebagai wadah perjuangan para perempuan Mandar.

Dia juga mendirikan organisasi Kris Muda (Kebangkitan Rahasia Islam Muda) pada 21 Agustus 1945 yang berkembang ke sejumlah daerah di luar Mandar.

Karena pergerakannya tersebut, dia sempat ditangkap oleh NICA pada Desember 1946 meski kemudian dibebaskan.

Namun, aksinya yang paling dikenang adalah saat dia menolak menurunkan bendera Merah Putih yang berkibar di Istana Raja Balanipa di Tinambung pada 28 Oktober 1945.

Para tentara Belanda yang hendak menurunkan bendera Merah Putih tersebut dicegat oleh Andi Depu yang berlari memeluk tiang bendera.

Di tengah kepungan tentara Belanda itu, Andi Depu lalu berteriak lantang dalam Bahasa Mandar “Lumbangpai Batangngu, Muliai Pai Bakkeu, Anna Lumbango Bandera” yang artinya “Biarlah saya gugur, mayatku kalian langkahi, baru bendera ini bisa kau turunkan”.

Aksinya itu membuat pengawal istana dan warga Tinambung menerobos kepungan Belanda dan berdiri mengelilingi Andi Depu.

Belanda pun tak jadi menurunkan bendera tersebut.

Mengutip Kumparan, Andi Depu wafat pada 18 Juni 1985 dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan (TMP) Panaikang, Makassar, Sulawesi Selatan.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *