Sejarah Kereta Api Pertama di Sulawesi Selatan yang Beroperasi pada 1922-1930

Berita, Ragam, Sulsel86 Dilihat

SULSELONLINE.COM — Sejarah kereta api pertama di Sulawesi Selatan menjadi kilas balik perkembangan transportasi massal pada masa Hindia-Belanda. Kereta api bukanlah hal baru di dataran Sulawesi Selatan karena pernah ada dan beroperasi meski hanya kurun waktu 8 tahun.

Dirangkum dari jurnal Universitas Negeri Makassar (UNM) berjudul “Transportasi Kereta Api Rute Makassar- Takalar (1922- 1930)” disebutkan bahwa jalur kereta api pertama di Sulawesi Selatan resmi dibuka pada tahun 1922. Jalur kereta api tersebut menghubungkan Makassar-Takalar sepanjang 47 Km yang dibangun pada masa Hindia-Belanda.

Sejarah kereta api pertama di Sulawesi Selatan tentunya dipengaruhi oleh moderenitas transportasi yang dibawa oleh masyarakat Eropa atau penjajah di Indonesia. Pembangunan kereta api pada masa itu awalnya berpusat di pulau Jawa.

Namun, pembangunan transportasi massal ini kemudian dikembangkan di daerah-daerah lain yang dinilai memiliki potensi besar. Kereta api di Sulawesi, terkhusus rute Makassar-Takalar pada masa Hindia-Belanda dibangun karena diperhitungkan sebagai salah satu pulau yang penting.

Sulawesi dinilai memiliki bentang alam yang indah, daerah penghasil komoditi beras, sayur-mayur, kelapa, dan komoditi lainnya. Selain itu, daerah ini juga memiliki penduduk yang cukup padat dan beragam, terutama di perkotaan seperti Makassar, Manado, dan lainnya.

Rencana Pembangunan Kereta Api di Sulsel Sejak Abad ke-19

Dalam sejarah kereta api di Sulawesi Selatan, diketahui pembangunannya telah direncanakan sejak abad ke-19. Hal ini berdasar pada laporan ekspedisi Nederlands Indische Spoorweg Maatschappij yang melaporkan potensi hasil alam di daerah pedalaman Sulawesi.

Pada laporan itu disebutkan bahwa Sulawesi memiliki komoditi layak jual seperti kopi, beras, kelapa, dan berbagai komoditi lainnya. Sehingga direncanakan pembangunan sarana dan prasarana transportasi seperti jalan, jembatan, termasuk kereta api untuk mengangkut hasil bumi tersebut.

Disebutkan pula bahwa penelitian awal atau studi kelayakan pembangunan jaringan kereta api di Sulawesi sudah dilakukan pada tahun 1915. Namun hasilnya kurang maksimal.

Sehingga penelitian lanjutan kembali dilanjutkan pada tahun 1917. Hasil dari penelitian tersebut adalah rencana pembangunan jaringan kereta api dari Makassar ke Maros, kemudian diperpanjang melalui Tanete dan Marioriwawo untuk kemudian menuju ke Sengkang.

 

Stasiun kereta api pertama di Sulawesi Selatan di zaman Balanda
Stasiun Pasar Butung, Makassar dari Koleksi Tropenmuseum. (Foto: heritage.kai.id)

Rencana Awal Jalur Makassar-Maros

Maka awal rancangan kereta api tersebut adalah jalur Makassar Maros. Rancangan jalur ini selesai dibuat pada tahun 1918.

Satu tahun kemudian giliran rancangan awal jalur Maros-Tanete yang selesai. Pemerintah Hindia-Belanda menyetujui rancangan awal tersebut.

Perusahaan kereta api milik pemerintah Hindia Belanda, Staats Spoorwegen, kemudian membentuk Staatstramwegen op Celebes (STC) sebagai wakilnya untuk mengurus segala hal yang berkaitan dengan kereta api di Sulawesi. Kereta api ini awalnya direncanakan akan menghubungkan semua wilayah Sulawesi.

Rencana awal adalah membangun rel kereta api dimulai pada rute Makassar ke Maros hingga menuju Manado. Adapun yang dipercayakan sebagai kontraktor untuk membangun rel kereta api tujuan Makassar menuju Manado ini adalah Staatstramweg op Celebes.

 

Stasiun kereta api pertama di Sulawesi Selatan di zaman Balanda
Peta jalur trem uap Makassar-Takalar dan rencana jalur Makassar-Parepare-Singkang melewati Maros, Tanete, Parepare dari koleksi Gedenkboek der Staatsspoor en Tramwegen, 1925. (Sumber: heritage.kai.id)

Rute Pembangunan Berubah Menjadi Makassar-Takalar

Meskipun telah direncanakan rute awal pembangunan kereta api tersebut adalah Makassar-Maros, namun dalam perkembangannya terjadi perubahan rute menjadi Makassar menuju Takalar. Hal ini disebabkan keadaan ekonomi dan politik saat itu.

Perubahan rute tersebut dilatarbelakangi 2 alasan yang fundamental. Pertama, Takalar juga Gowa dikenal sebagai daerah yang menghasilkan komoditi laku di pasaran saat itu, yakni kopra (kelapa), gula (tebu), dan beras.

Alasan kedua lahirnya rute kereta api Makassar-Takalar yakni merupakan bagian terpenting dari strategi militer Belanda dalam menghadapi ancaman pemberontakan-pemberontakan yang terjadi. Salah satunya adalah gerakan I Tolok Dg Magassing.

Gerakan I Tolok Dg Magassing merupakan gerakan perbanditan yang berpusat di daerah Polongbangkeng, Takalar. Maka untuk meredam gerakan tersebut, pembangunan rel kereta api yang awalnya menuju Maros diubah menuju Takalar.

Perubahan rute ini merupakan bagian dari strategi militer Belanda untuk memobilisasi serdadu atau tentara Belanda dalam upaya meredam perlawanan atau gerakan I Tolok Dg. Magassing.

Pembangunan Rel Kereta Api Makassar-Takalar Terganggu Perang Dunia I

Sejarah kereta api di Sulawesi Selatan mencatat pembangunan jalur rute Makassar menuju Takalar sempat terganggu dengan meletusnya Perang Dunia I antara tahun 1914-1918. Meski demikian pembangunan dilanjutkan dalam kurun tahun 1920-1922.

Pembangunan jalur rel kereta api pun berhasil menghubungkan Makassar dengan Takalar.

Bentangan rel kereta api dari Makassar ke Takalar sejauh 47 Km dengan lebar sepur 1067 Mm. Rute awal kereta ini secara resmi mulai dioperasikan pada tanggal 1 Juli 1922.

Jalur kereta api Makassar-Takalar ini dioperasikan oleh pemerintah Hindia-Belanda. Tercatat ada 7 buah lokomotif yang pernah dioperasikan di jalur ini.

Semua lokomotif tersebut buatan pabrik Cockerill, tipe Cn2, dengan nomer seri 24, 27, 31, 33, 36, 43, 44. Semua lokomotif tersebut awalnya beroperasi di Jawa, terutama untuk proyek Solo Valley Waterwerken.

Ada 20 Lokasi Pemberhentian Kereta Api Pertama di Sulsel

Pada peta-peta lama tercatat ada 20 lokasi pemberhentian resmi jalur kereta api Makassar-Takalar. Pemberhentian tersebut terdiri dari 8 Halte (stasiun) dan 12 Stopplats (halte).

Berikut daftar nama halte dan ptooplaats pada jalur kereta api Makassar-Takalar:

  • Halte Pasar Boetoeng (Stasiun Pasar Butung)
  • Stooplaats Makassar (Halte Makassar)
  • Halte Schitjbergweg (Stasiun Saddang)
  • Stooplaats Mamadjang (Halte Mamajang)
  • Halte Djongaja (Stasiun Jongaya)
  • Stooplaats Mallangkeré (Halte Mallangkeri)
  • Halte Soenggoeminasa (Stasiun Sungguminasa)
  • Stooplaats Tjambaja (Halte Cambaya)
  • Stooplaats Kaloekoeang (Halte Kalukuang)
  • Stooplaats Aengbatoe (Halte Aengbatu)
  • Halte Limboeng (Stasiun Limbung)
  • Stooplaats Ba’dok (Halte Ba’dok)
  • Stooplaats Rappokaléléng (Halte Rappokaléléng)
  • Halte Pallékok (Stasiun Palléko)
  • Stooplaats Mannongkoki (Halte Mannongkoki)
  • Stooplaats Bontomaté’né (Halte Bontomaté’né)
  • Stooplaats Parikrisik (Halte Parikrisik)
  • Halte Pattallasang (Stasiun Pattallasang)
  • Stooplaats Pa’rasangaberu (Halte Pa’rasangaberoe)
  • Halte Takalar (Stasiun Takalar)

Ditutup Tahun 1930

Setelah diresmikan pada 1 Juli 1922 jalur Makassar menuju Takalar dibuka untuk umum. Lintas ini menjadi yang pertama sekaligus terakhir yang dibangun pemerintah Hindia-Belanda.

Dilansir dari Heritage KAI, rute Maros-Tanete yang sudah disiapkan desainnya tidak pernah terlaksana pembangunannya. Sayangnya, jalur Makassar-Takalar juga hanya bertahan 8 tahun.

Diperkirakan tidak adanya industri perkebunan di Sulawesi dan belum masifnya produksi tambang nikel menyebabkan jalur Makasar-Takalar terhenti. Sejak 1930 layanan kereta api terpaksa ditutup karena subsidi dari Staatsspoor en Tramwegen (jawatan kereta api & trem negara di Jawa) untuk Staatstramwegen op Celebes dihentikan.

Subsidi tersebut dihentikan akibat krisis ekonomi dunia Depresi Besar pada 1929. Selain faktor krisis ekonomi, ada beberapa hal lain yang menjadi sebab operasional kereta api pertama di Sulawesi Selatan tersebut kurang menguntungkan pada zaman Belanda.

Diantaranya adalah dampak dari berlakunya Perjanjian Bongaya tahun 1667 yang diperbarui pada 1824. Pasalnya perjanjian ini menyulitkan kolonisasi Belanda atas pulau Sulawesi.

Sering terjadi gejolak politik dalam wujud perlawanan rakyat lokal terhadap pemerintahan Hindia-Belanda di Sulawesi Selatan dan Tenggara. Situasi yang tidak kondusif tersebut menyebabkan pemerintah harus menghadapi kendala fundamental yaitu keterbatasan tenaga yang ahli di bidang pemerintahan, infrastruktur, dan pendidikan ala Barat yang mau ditugaskan ke wilayah Sulawesi Selatan. (detiknews)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *